Minggu, 15 Februari 2015

Jumat, 06 Februari 2015

HUBUNGAN RAJA ROKAN DENGAN KAMPUNG PAKIS LAMA

 
 
  HUBUNGAN RAJA ROKAN DENGAN DATOK BENDAHARA MUDO DARI KAMPUNG PAKIS 

 
Sahdan, tersebut dari cerita diatas dimana pernah di tawan salah seorang gadis dari kerajaan Rokan hendak di persunting menjadi istri oleh Raja Rambah yaitu Mak Cik dari Raja Tengku Ibrahim, namun mendengar kabar bahwa Mak Ciknya di bawa ke Rambah, dia tinggal di kampung nan enam tepatnya di Lubuk Napal sekarang. Di terima / gelar Putri Bungo Intan, dari Rokan.
Jelaslah sudah bahwa kabar yang di terimanya benar adanya. Maka Tengku Ibrahim memanggil semua pembesarnya hulu balang-balangnya berhimpunlah di Istana Raja Rokan, mengabarkan kejadian tersebut bahwa kerajaan Rokan sedang di landa musibah. Dan mencari jalan keluar bagai mana yang kita akan perbuat dalam hal tersebut. Dalam musyawarah tersebut dapatlah kesimpulan, akan memanggil tiap-tiap Datuk di Kenegerian `   Rokan terutama yang di panggil Datuk dari 4 (empat) Kota di bawah. Maka Dang Tuanku, memberitakan siapa diantaranya yang bisa sanggup untuk mengambil/jemput kembali Putri Bungo Intan yang saat ini dia berada di Kerajaan Rambah, namun Datuk – Datuk 4 (empat) Kota di bawah pada waktu itu tiada yang menjawab. Dan begitu juga kepada Datuk – Datuk yang berada di 4 (empat) Kota di bukit di panggil dan di kumpulkan pula, juga di tanya siapakah Datuk – Datuk  yang ada di 4 (empat) Kota bukit yang bersedia untuk mengambil dan menjemput Mak Cik dari Dang Tengku Ibrahim yaitu Putri Bungo Intan yang sedang di bawa ke Rambah untuk di jadikan Permaisurinya, / di persunting oleh Raja Rambah, namun yang lain tiada yang menjawab, saat itu kecuali Datuk – Datuk yang utusan dari Pakis, mereka menjawab :

-        Mohon Dang Tengku, patik bolehkah menjawab…….? Silahkan menjawab kata Raja Roak  Tengku Ibrahim.
-        Kalau memang tidak ada yang sanggup biarlah kami Datuk – Datuk dari Pakis yang pergi tapi dengan 1 (satu) syarat, kami tidak mau pergi banyak – banyak ke Rambah  cukup kami orang, 7 (tujuh) orang saja.
Sahdan mendingan tetap dari Datuk – Datuk yang dari Pakis tadi maka senanglah hati para Sang Raja, masih ada Rakyatnya yang sanggup untuk menjemput Mak Cik nya tersebut. Dikabarkanlah oleh Raja kepada para Hulu Balingnya Keluarganya di Istana bahwa Datuk Dari Pakislah yang akan ke Rambah untuk mengambil Putri Bungo Intan. Yang di tahan oleh Raja Rambah di ambil di kampunng Nan Enam ( Lubuk Napal ) setelah selesai perhimpunan tersebut maka tiap Datuk – Datuk utusan masing kembali ke kampugnya masing – masing begitu juga Datuk – Datuk dari Pakis.
Sahdan tidak lama kemudian berapa hari saja utusan Datuk dari Pakis tadi berkumpul di Pakis, mengatakan bahwa Datuk – Datuk dari Pakis mendapat tugas berat yaitu mengambil/menjemput NINIK PUTRI BUNGO INTAN yang kini di tawan oleh Raja Rmbah, dalam kumpulan tersebut dipimpin oleh Datuk Sati. Dalam kumpulan itu maka di pilihlan 7 (tujuh) orang yang akan berangkat ke sana.
( Raja Rambah ), di antaranya adalah  :
 
 
 
1.     Datuk Sati.
2.     Datuk Paduka Konoro.
3.     Datuk Tupai Kincung.
4.     Ninik Godang Subang.
5.     Datuk Godang Tungkai.
6.     Pendekar Sultan.
7.     Datuk Si Kicam
Setelah rapat tersebut, beri utusan ke Raja Rokan bahwa Datuk – Datuk dari Pakis telah siap berangkat, selang beberapa hari saja mereka langsung berngkat lewat darat jalan setapak dulu, mendaki Penatang Kancah turun ke Pemandang, dari Pemandang mendaki Bukit Kulim Pakuk ( sekarang bukit Sipat Mabu ) karena Datuk Sipat Mabu ini membuka membuat ladang di situ samapai sekarang. Dari bukit Kulim Pakuk terus ke bukit Patin Kosiek, juga di sebut namanya bukit Kuburan  Balang Kunyit, karena ada seekor belalang kunyit mati di Kuburan di atas bukit tersebut. Sampai sekarang ada gundukan tanah seperti kuburan, dan ada juga orang bilang bukit Patin Nanas karena di atas bukit tersebut banyak tumbuh Pohon Nanas dan berbuah, jadi ada yang masak siapa yang lewat di sana boleh mengambil Nanas tersebut dan pelapas dahaga, sampai sekarang masih ada.
Sahdan, setelah sampai Datuk – Datuk dari Pakis tadi di atas bukit tersebut, berhentilah sejenak dan berdirilah Datuk Sati memandang ke arah sebelahnya yaitu Rambah. Maka nampaklah Kerajaan Rambah, Datuk memandang Ninik Bungo Intan malik Raja Rokan Nampak masih sehat – sehat saja. Hari menjelang gelap, siap magrib antara siang dengan malam maka berangkatlah Datuk – Datuk yang 7 (tujuh) orang tadi, suasana yang tadinya hening menjadi gemutur cuaca tadinya cerah menjadi gelap Petir dan Guntur pun turun mengikuti langkah Datuk – Datuk yang 7 (tujuh) orang tadi, sesampainya di kampung Nan Enam ( Lubuk Napal ) tidak ada orang pun satu yang ditemui,  kosong isi kampung tersebut. Sampai di Kinapal naik arah ke Kerajaan Rambah Napal kerbau banyak maka di ambilah daging kerbau tersebut, di sayat kedua belah daging pahanya sedangkan kerbau tidaklah di sembelih dibiarkan hidup pergi. Bertemu dengan orang yang tidak melawan di ikat siapa yang melawan pancung di tempat tidak di beri ampun, sama penjaga telah habis maka sampailah didepan gerbang, maka yang tidak melawan di tawan mana yang melawan habislah sudah riwayatnya.
Datuk Sati langsung mencari tempat di mana Ninik Bungo Intan berada, sedangkan Tupai Kincung telah berada di atas menara, untuk menghentikan perlawanan terhadap orang yang bertujuh (7) tadi, dengan ketinggian lompatnya dengan mudah sampai kesana, sedangkan Datuk Paduko Konoro dengan keren yang lain mengejar memberikan perlawanan terhadap pengawal – pengawal Raja Rambah. Siapa yang tidak melawan di tawan, siapa yang melawan lenyap di tempat begitulah ceritanya.
Sahdan di ceritakan, Datuk Sati ada beberapa saat belum ketemu dimana Ninik Bungo Intan berada, namun Datuk Satu bertemu dengan situa Bangka berlindung di bawah kuali besar, menghaturkan sembah seraya berkata : saya jangan di bunuh Tuan, apa keinginan Tuan, dengan tegas Datuk Sati menjawab : Tolong tunjukan dimana Putri Bungo Intan di sembunyikan…...? Situa menjawab ada di atas dalam keranda kaca, Tuan pergilah ambil di sana yang Tuan cari. Dengan cepat Datuk Sati melompat beberapa saat ketemulah Ninik Bungo Intan oleh Datuk Sati sambil mendekati dan membuka keranda jelas, benar Tuan Putri
 
 
 
 
ada di sana sambil keluar seraya menangis dan berkata : Ya ALLAH masih ada rupanya Dunsanak ku yang sanggup menjemput ku. Datuk Sati lalu membawanya turun dan menemui kawan – kawannya, lalu berangkat dengan para tawanan yang tadinya melawan, terhadap pasukan orang yang 7 (tujuh) tadi.
Sahdan diceritakan sang Raja Rokan pun gelisah beliau tahu betapa sulitnya pertempuran yang diadakan oleh Datuk – Datuk yang dari Pakis melawan Raja Rambah, untuk merebut kembali Putri Bungo Intan. Telah beberapa hari semenjak utusan keberangkatan Datuk – Datuk Pakis tadi tidak ada kabarnya maka disitulah dipanggil Dubalang Raja Rokan menyongsong Damsanaknya Putri Bungo Intan dan Datauk – Datuk yang 7 (tujuh) orang tadi dari Pakis.
Sahdan diceritakan disaat itulah bertemu Dubalang Raja Rokan 5 (lima) orang bertemu dengan rombongan Putri Bungo Intan serta Datuk – Datuk yang 7 (tujuh) orang juga para tawanan, yang ditawan dari Rambah ke Rokan. Dibukit Pantian Kosiek tadi. Disitu timbulah ratapan tangis bahwa Putri Bungo Intan masih hidup dan dibawa pulang oleh Dunsanaknya Datuk – Datuk dari Pakis maka disitu pulalah mereka berhenti bersama seraya berbincang – bincang sambil makan nanas yang dibawa Dubalang tadi, dan disitu pulalah salah satu tawanan dari Rambah meninggal Dunia maka di kuburlah di bukit itu, itulah yang dinamakan Kubur Belalang Kunyit, Badannya kuning seperti Belalang. Dan bonggol nanas yang di makan orang di waktu itu hidup sampai sekarang dan itu pulalah, maka diberi nama Bukit Peng Hatian Nanas sampai saat ini, diceritakan sambil makan Nanas tadi duduk berhaturlah 5 (lima) Dubalang tadi bagai mana caranya untuk melindungi  Ninik Putri Bungo Intan dibawa ke Rokan nanti.
Kalau Raja Rambah menyerang Rokan, namun  putuslah kesepakatan pada waktu itu Ninik Bungo Intan tetap dibawa ke Rokan sementara sebelum musyawarah di adakan, namun tawanan tadi dari Rambah ada belasan orang, juga diceritakan pada waktu itu di amankan di antara Parit Belingka ( Parit Godang di Ujung Batu Kota Tinggi )16. Bendahara sekarang dan bukit yang tinggi ada anak Sungai di bawahnya itulah dia bukit Piang. Dan di amankan tepatnya di Pasir Rambah Sekarang yaitu : di tengah – tengah kampung. Dan itu pula sebabnya maka diberi nama Pasir Rambah ( yaitu tawanan dari Pasir bagian Kerajaan Rambah ). Semenjak putus kesepakatan itu antara Datuk – Datuk dari Pakis dengan para Dubalang Raja Rokan, maka bukit itu di kenal samapai sekarang. Bukit pemandangan lima (5) batuo, (5) orang para Dubalang duduk berhatur pada saat itu memutuskan bahwa Ninik Bungo Intan tetap dibawa ke Rokan sedangkan para tawanan yang dibawa Datuk – Datuk dari Pakis. Di amankan di pasir Rambah namanya sekarang. Dan Pematang 5 (limo) Batuo itulah batas antara kerajaan Rambah dengan Kerajaan Rokan IV Kota sampai saat sekarang.
Sahdan diceritakan, setelah sampai di Rokan rombongan Dubalang dengan Sang Putri Bungo Intan, para Rakyat Rokan merasakan seperti mayat pulang dari kubur, tidak berapa lama adalah utusan dari Rokan datang ke Pakis untuk membincangkan dimana Putri Bungo Intan di sembunyikan sementara, setelah sampai Datuk Sati dengan para utusanya, maka duduklah pembesar – Pembesar Istana serta Datuk Sati dan Raja Tengku Ibrahim disitu di tetapkan oleh Raja bahwa Putri Bungo Intan di sembunyikan di Pakis tempat Dunsanaknya disana. Disitu di sertakan dengan niat agar supaya aman dan tidak di ganggu lagi oleh Raja Ramabah. yaitu di potongkan 1 (satu) ekor kerbau tiap – tiap Suku yang ada di 4 (empat) Kota dibawah, serta Datuk – Datuk yang 4 (empat) di 4 (empat) Kota di bawah. Setelah kumpulan itu maka
 
 
 
di antarlah oleh beberapa utusan dari Rokan, mengirim Datuk Sati dengan Putri Bungo Intan ke Pakis, sesampainya di Pakis Datuk Sati dengan Putri Bungo Intan serta rombongan di sambut baik oleh masyarakat Pakis dengan gembira untuk tinggal bersamanya.
Sahdan diceritakan, beberapa bulan lamanya Putri Bungo Intan bersama anak cucu keponakan di Pakis semakin akrap saja, main – main kesana kemari kemuara Pakis pada suatu hari. Putri Bungo Intan mandi berenang – renang di muara Sungai Pakis tadi. Adalah 1 (satu) ekor Buaya yang sangat besar, Buaya tersebut mengejar salah satu anak cucu dari Pakis namun karena lincahnya orang Pakis berenang tidak dapat oleh Buaya tersebut. Jadi tinggal Putri Bungo Intan terkesima melihat apa yang datang kearahnya, sambil melangkah kepinggir Buaya besar tadi langsung menjepit kaki Putri Bungo Intan, Sang Putri Terus membawa Buaya itu kepinggir Sungai Pakis, sesampai dipinggir Sungai Pakis mulut Buaya yang sedang menjepit kakinya itu di koyakan oleh Sang Putri, Buaya mengelepar di tangan Sang Putri. Disitu Sang Putri berjanji dan memberi tanda pada Buaya itu Mulai saat ini anak cucu kami khususnya anak Pakis jangan di ganggu lagi, dan sebagainya ikrar janji maka diberi tanda pada leher tersebut ikatan gelang ijuk pada lahernya. Sampai sekara anak cucu Pakis tidak pernah di ganggu lagi. Buaya itu masih hidup tapi jarang kelihatannya.
Setelah di beri tanda, Buaya tersebut di lepokan kembali, setelah itu pulanglah Putri Bungo Intan bersama kawan - kawannya pulang ke kampung Pakis kembali.
Tidak terasa sebulan bahkan telah sampai setahun sudah dengan tidak di ketahui rupaya utusan Raja Rokan tahu kalau Putri Bungo Intan sering main ke sungai pakis, maka secara diam – diam rupanya datanglah sekelompok prajurit dari Kerajaan dari Rambah datang secara diam – diam. Namun hal kedatangan orang Rambah ini di ketahui oleh Datuk – Datuk dari Pakis. Oleh karenanya dengan kebatinannya orang dari Rambah ini tidak sanggup langsung datang ke Pakis hanya sampai di Lubuk yang sangat dalam, airnya berputar. Sampai disitulah orang – orang Prajurit Kerajaan Rambah langsung pulang. Tidak sanggup mengadakan perlawanan ke Datuk – Datuk Pakis. Sejak kepulangan Prajurit – Prajurit itu diberi nama Lubuk Air tersebut Lubuk Kumba, dan sampai sekarang diberi nama Lubuk Kumarang.
Tidak terasa hubungan antara Kerajaan Rokan dan Dang Pakis semakin membaik dan akrap. Berbeda dengan Kampung – Kampung lain. Semenjak Putri Bungo Intan tinggal di sana. Setelah kejadian pengen beliaudari Rambah itu datang, Putri Bungo Intan tidak main lagi ke muara sungai Pakis.
Sahdan beberapa lama setelah kejadian itu, Putri Bungo Intan mendengar kabar bahwa di atas Bukit Sopau Selindik Harimau terjepit kakinya, orang – orang di Kampung Pakis sudah resah dengan berita ada seekor harimau mengamuk di situ, Putri Bungo Intan pun datang ke tempat Datuk Sati, menanyakan kebenaran berita itu ke esokan harinya Datuk Sati dengan Putri Bungo Intan pergilah ke sana, benar apa yang terjadiada seekor harimau terjepit kayu, yang di kaki harimau besok selagi dimana anak Pakis jangan pernah di ganggu di sepanjang sungai Pakis dan kami akan membukakan dinding Bedung bila membuat Bedung – ( kubu – kubu )  hanya saja boleh di atap biar tahu, nampak ada orang anak cucu keponakan orang – orang Pakis, untuk di jaga di tunggu selama berada di hutan sepanjang sungai Pakis.
Hal tersebut sampai sekarang masih terjadi, kerap terjadi orang – orang dari luar yang tidak tahu akan hal tersebut, di berilah Bedungnya berdinding malun nya pun pasti di lempari oleh harimau tersebut karena dia mau tahu anak Pakis apa tidak.
Tidak lama kemudian datanglah utusan Raja dari Rokan, ke Pakis kepada Datuk Sati besok datang ke Rokan bahwa keesokan harinya, datanglah ke Rokan bersama Putri Bungo Intan, seraya menyerahkan Mak Cik nya Raja tersebut,  Putri Bungo Intan ke hadapan Masyarakat Kerajaan  di Rokan kembali. Maka saat itu pulalah Dubalang  Raja Rokan  serta Datuk – Datuk lainnya menyatakan apa yang sebenarnya yang pantas diberikan kepada Datuk – Datuk Sati serta  kawan – kawannya  sebagai upahjerih payah mengambil Putri Bungo Intan  dari Kerajaan Rambah dulu.
 Raja Tengku Ibrahim pun menghadap  kepada Datuk Sati, apa kiranya yang patut kami berikan sebagai upah jerih payah tersebut.  Datuk Sati menjawab mohon Dang Tuan ku, kalau untuk itu biarlah kami musyawarahkan dulu di Pakis sama Datuk – Datuk lainnya. Kalau begitu bolehlan pulang dulu ke Pakis. Sesampainya di Pakis Datuk Sati pun berkumpul sama kawan – kawannya, mengenai hal yang di sampaikan Raja kepadanya, kira – kira apa keputusan yang akan kita ambil, saat itu putus kesepakatan para Datuk – Datuk Pakis untuk pulang damsanak ( kakak – adik ) antara Raja dengan Datuk – Datuk di Pakis. Beberapa hari kemudian Dubalang Rang kembali, menyampaikan Perintah Raja, untuk kemabli ke Rokan, dalam hal ini datanglah 2 (dua) orang utusan Datuk Sati dengan  Datuk Paduka Konoro Ke Rokan maka di kumpulkan semua Pembesar – Pembesar Raja Rokan di Kerajaan saat itu serta  Putri Bungo Intan. Maka di Tanyalah oleh  Tuan Sakti Tengku Ibrahim apa kira – kira Dandang upah, Tayik Omeh Jinjing Bantai yang kalian mau dalam hal upah jerih payah kalian pergi berperang ke Rambah kemaren,,,,,,,
Datuk Sati menjawab : kalau hal itu yang Tuan minta sama kami, kami tidaklah banyak dan menjawab : hanya yang kami minta yang tidak lapuk di ujar (air) yang tidak tobang di panas (api). Itu yang terucap dari mulut Datuk Sati saat itu kepada para sidang pada saat itu. Jadi mendengar hal itu semua perkumpulan bertatap gelisah apa itu yang di maksut oleh Datuk Sati tadi. Para Hulu Balang pun tidak memberi komentar karena tidak mengerti apa ang di maksut Datuk Sati sama Datuk  Paduka Konoro tadi, Raja pun tercengang apa yang di minta oleh dua orang Tokoh Datuk dari Pakis ini. Ada berapa orang anak sedang bermain di halaman Istana Raja mereka sedang bermain Bengkek, ( Bengke berasal dari buah akar Bengkek ) mereka anak – anak ini menyatakan kepada perum dari bawah mudahnya itu pada Datuk – Datuk yang mulia : yang satu dia bilang Hutan Tanah – Hutan Tanah katanya. Yang satu lagi bilang : pulang Dumsanak Pulang Dumsanak ( di satukan keluarga Kerajaan dengan meraralat Pakis ). Pada saat mendengar penjelasan itu, Raja menganggukan kepala, bahwa benar itulah dia yang tidak cokang di panah, lapuak di ujan. Maka benarkan oleh Raja dua keputusan itu menjadi penetapan para sidang tadi.
1.     Memberikan Hutan Tanah kepad orang – orang Pakis selain Hutan di beli dengan seekor kerbau kemaren, boleh orang Pakis membuka Tanah – Ladang di kawasan Tanah setia Raja Rokan ( asal juga di hampiran Istana Raja Rokan bolehlah orang – orang Pakis membuat lading, sama dengan Masyarakat Raja Rokan ).
 
 
 
  Pulang Damsanak : di titahkan oleh Kerajaan bahwa orang – orang Datuk – Datuk dari Pakis menjadi keluarga kakak - beradik dengan Putri Bungo Intan ( sejak saat itu orang – orang Pakis bebas di Istana, Raja Rokan mau kemana, mau masuk dari mana, sedangkan bercanda gurau pun dengan Raja itu sudah hal biasa oleh Masyarakat Pakis di Kerajaan Raja Rokan, begitulah akrabnya. Sedangkan Masyarakat lain Datuk – Datuk lain tidaklah bisa seperti itu ).
Setelah putus Musyawarah itu Datuk Sati, Datuk Paduka Konoro pun pulang ke Pakis. Raja Tengku Ibrahim yang di Pertuan Sati pun mengumpulkan Dubalangnya untuk acara penjamuan pemulangan Putri Bungo Intan ( Bangkah – Bangkah ) namanya. Untuk acara Bangkah jadi berjumlah pembantaian kerbau saat itu 1 ekor kerbau. Setelah lengkap alat masak dan beras secukupnya maka di masaklah oleh tukang masak para Raja. bila helat yang di adakan.
Setelah semua terkumpul alat tadi di serahkanlah kepada orang – orang dengan berada di Kota ingin tadi dan dua orang memberi utusan ke Datuk – Datuk Pakis sambil menjemput untuk di jamu bersama Putri Bungo Intan di Kerajaan Rokan. Dan akan ikrar pulang Damsanak saat itu juga oleh Raja, Datuk Ibrahim antara Putri Bungo Intan dengan 7 orang Datuk di Pakis bersama Warga cucu keponakan. Setelah sampai di batas  antara Sejernih di Pakis yaitu Bukit Pematang kurungan kambing, turunlah ke bawah ke Hulu Anak Sungai sampai disitu berhentilah mereka seraya  bertanya para Dubalang Raja Rokan kepada Datuk–Datuk Pakis. Siapa yang bertemu menjumpai Putri Bungo Intan  dulu waktu pengambilan nya di Rambah. Dan dimana di temukan…?
Datuk Sati menjawab : saya yang pertama bertemu Datuk Hulu Balang. Saya temukan Putri Bungo Intan di atas Sialang sambil membasuh tangannya di Hulu Anak Sungai itu ( sejak saat itulah di beri nama Sungai itu, Sungai Sialang ) sampai sekarang, itu adalah Tanah Suku NAN setia Raja Rokan. Dengan asyik mendengar cerita dari Datuk. Datuk di Pakis tadi maka terlambatlah sampainya ke Raja Rokan. Seharusnya sudah sampai belum juga sampai, karena di perjalanan mereka lama berhenti bercerita tentang pengambilan pemulanan Putri Bungo Intan di Rambah kemaren. Oleh sebab itu di utuslah oleh Raja 2 (dua) orang Hulu Balang lagi mudik melalui Anak Sungai Pusu sudah sampai dimana para Datuk – Datuk utusan menjemput orang Pakis tadi. Sesampainya di suatu muara Anak Sungai para Dubalang pun heran melihat Sungai tersebut berwarna airnya. Maka masuklah 2 Dubalang tersebut lalu pergi sampai ke Hulu Sungai itu maka bertemulah mereka dengan para tukang masak yang tadi dari Kota ingin tadi sedang menyembelih 7 ekor kerbau jadi darah itulah yang nampak merah di sepanjang Sungai itu maka sejak saat itu pulalah Sungai itu diberi nama Anak Sungai Siah dia bermuara ke Sungai Pusu. Setelah dua orang utusan Raja tadi bertemu dengan para rombongan dari Pakis maka langsung bawa pulang ke Istana  Raja Rokan untuk di adakan ikatan Ikrar, pulang Damsanak dan penyampainya bahan Orang – Orang Datuk – Datuk dari Pakis sudah berkeluarga dekat tidak sama dengan Datuk – Datuk yang ada di Andiko NAN 4 Raja Rokan IV Kota.
Setelah jamuan itu selesai maka kedudukan datuk – datuk dari  Pakis terlebih sedikit dari Datuk -  Datuk dari yang lain itula sebabnya orang Pakis bisa membuka Hutan Tanahsetia  Raja Rokan sampai saat ini apa bila orang – orang Pakis ingin berladang dimana ada Tanah Raja Rokan, Suku nan setia. Suku mais dan Suku lainnya di Rokan sama sekali tidak akan di ganggu dan di perbolehkan bila mana perlu.
Demikianlah hal cerita ini dari Rokan ini pun sesuai dengan asal cerita dari orang tua – tua dulu secara turun – temurun.
 
                                                                                                Sekian, sudah selesai